Jumat, 28 Maret 2014
Rabu, 26 Maret 2014
Romantisme Perekonomian Indonesia
Saat ini Bangsa Indonesia
memiliki potensi perekonomian yang sangat besar dan belum diperhitungkan dalam
dunia perekonomian internasional. Posisi seperti ini bisa menjadikan Indonesia
sebagai kuda hitam dalam dunia ekonomi internasional. Indikasi tersebut telah
muncul dengan bukti negara kita mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi yang
sangat pesat. Kini bangsa kita memiliki pasar yang menjanjikan dengan ekonomi
yang beragam, sistem keuangan cukup canggih dan populasi yang tumbuh cepat. Hal
ini mengingatkan dan memberikan harapan kepada masyarakat Indonesia tentang
romantisme masa lalu bangsa kita sebagai macan asia.
Optimisme tersebut harus dimiliki
bangsa kita mengingat masa lalu telah membuktikan bahwa bangsa kita mampu untuk
menjadi macan asia dan diperhitungkan di dunia internasional. Pengakuan
internasional tentang ekonomi Indonesia telah diungkapkan dengan upgrade
terbaru dalam peringkat kredit negara yang dilakukan perusahaan jasa keuangan
internasional seperti Standard & Poor dan Fitch Ratings and Moody’s. Mereka
menyatakan pertumbuhan ekonomi yang ulet, utang pemerintah yang rendah dan
pengelolaan fiskal yang berhati-hati telah telah menjadi kunci dalam menarik arus
masuk keuangan ke Indonesia. Adapun hal-hal lain yang menjelaskan peningkatan
investasi asing dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu :
• Sumber daya alam yang melimpah
dan beragam
• Jumlah penduduk yang besar dan
berkembang
• Stabilitas politik ( relatif )
• Pengelolaan fiskal yang
hati-hati sejak akhir 1990-an
• Lokasi strategis dalam
kaitannya dengan ekonomi raksasa China dan India
• Biaya tenaga kerja rendah
Ekonomi itu sendiri dapat
didefinisikan sebagai sistem yang digunakan untuk mengelola sumber daya di
suatu negara. Perekonomian suatu negara sering digunakan untuk mengukur
seberapa kaya atau miskin negara dan rakyatnya. Ini berarti bahwa sebagian
besar perekonomian itu sangat rumit dan memiliki dampak besar pada kehidupan
orang-orang biasa. Ketika perekonomian berjalan dengan baik, itu berarti bahwa
kebanyakan orang memiliki pekerjaan, mampu untuk hidup dan bahwa pemerintah
membuat cukup uang dari pajak untuk melakukan tugasnya dengan benar. Ketika
perekonomian buruk, itu berarti bahwa orang-orang akan kehilangan pekerjaan.
Dalam tulisan kali ini saya akan
menuangkan tentang romantisme perekonomian Indonesia dari masa ke masa. Bangsa kita
pernah menerapkan berbagai macam sistem perekonomian mulai dari liberal,
demokrasi ekonomi, dan sekarang menganut sistem campuran. Saat ini pemerintah
Indonesia memadukan dua sistem ekonomi sekaligus, yaitu sistem ekonomi pasar
dan sistem ekonomi terpimpin, namun tidak terlepas dari nilai-nilai landasan
Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Sistem yang kita anut
ini bertujuan bahwa pemerintah dan pihak swasta memiliki pernanan yang sama dan
seimbang, sehingga tidak terjadi sistem ekonomi komando yang hanya dikuasai
beberapa pihak saja, serta menghindari adanya sistem perekonomian pasar bebas
yang sebebas-bebasnya.
Indonesia awalnya menganut sistem
ekonomi liberal, dimana semua kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat.
Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
non-pribumi seperti pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk
kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Pada masa pasca kemerdekaan,
perekonomian Indonesia memang sangat buruk dengan ditandai oleh inflasi yang
tinggi akibat dari beredarnya lebih dari satu mata uang yang tidak terkendali.
Saat itu pemerintah RI untuk sementara waktu menyatakan tiga mata uang yang berlaku di
wilayah Indonesia, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Hal ini yang mempengaruhi
kenaikan tingkat harga tidak terkendali. Akhirnya pemerintah RI pada bulan
Oktober 1946 mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia).
Masalah ekonomi pada masa Orde
Lama tidak berhenti sampai disitu. Bangsa kita kesulitan untuk melakukan
perdagangan luar negeri karena Belanda melakukan blokade. Eksploitasi
besar-besaran terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia pada masa
penjajahan juga sangat dirasakan dampaknya, sehingga akhirnya kas negara kita
menjadi kosong. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah pada masa itu, antara
lain Program Pinjaman Nasional, upaya menembus blokade Belanda, Konferensi
Ekonomi Februari 1946, pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi),
serta Kasino Plan mengenai swasembada pangan.
Bung Karno memang sangat memegang
teguh prinsipnya bahwa Bangsa Indonesia memang baru saja terlahir. Jika saat
ini kita belum bisa memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki, biarlah kekayaan
tersebut tersimpan utuh di bumi Indonesia tercinta. Bung Karno tidak pernah
sedikit pun berniat untuk menjual atau menggadaikan aset sumber daya alam yang
ada di Indonesia. Bahkan untung penebangan hutan secara liar pun sangat jarang
terjadi. Bung Karno terus menjaga harkat martabat serta harga diri Indonesia
dengan menabung sumber daya alam yang kita miliki untuk anak dan cucu Bangsa
Indonesia nanti, kelak ketika kita sudah bisa mengolahnya sendiri. Jadi, pada
masa kepemimpinan Bung Karno, bangsa kita memang bisa dibilang hidup miskin
demi melindungi anak cucu Bangsa Indonesia di kemudian hari.
Indonesia pada akhirnya harus
merasakan masa yang cukup kelam setelah mendapatkan kemerdekaan. Orde lama
menyisakan pekerjaan rumah yang sangat berat bagi pemerintah kita. Pada
permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada penyelamatan ekonomi
nasional terutama untuk mengendalikan tingkat inflasi yang menunjukan angka
kurang lebih 650% pada awal tahun 1966. Pemerintah pun fokus pada penyelamatan
keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Ditengah gentingnya
suasana politik Indonesia pada masa itu ketika peristiwa pemberontakan yang
dilakukan PKI dan akan dimulainya rezim Soeharto, pemerintah tetap berfokus
pada penyelamatan ekonomi nasional. Pemerintah kita melakukan stabilisasi dan
rehabilitasi dalam pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin
berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.
Keadaan ekonomi Indonesia pasca
Orde Lama sangat parah dengan hutang luar negeri mencapai 2,3-2,7 miliar
sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara untuk menunda pembayaran
utang luar negeri Indonesia. Kemudian Indonesia akan menggunakan devisa
ekspornya untuk pembayaran utang dan mengimpor bahan-bahan baku. Selama 10
tahun sejak Orde Lama berakhir tersebut perekonomian Indonesia memang mengalami
kelumpuhan. Sambil merangkak pada Orde Baru, Bangsa kita melakukan pembangunan
dengan tujuan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Pedoman pembangunan nasional kita pada waktu itu adalah Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan, yang intinya adalah kesejahteraan
bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Pelaksanaan
pembangunan nasional dilakukan dalam dua tahap, yaitu jangka panjang dan jangka
pendek. Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun, sedangkan jangka
pendek mencakup periode 5 tahun (pelita/pembangunan lima tahun) yang merupakan
penjabaran dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu
berkaitan. Hal ini cukup berhasil karena lebih dari 30 tahun, pemerintahan
mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi.
Bangsa kita akhirnya bisa
mencapai swasembada beras dengan memenuhi kebutuhan beras untuk rakyatnya
sendiri. Hal ini akhirnya menciptakan perbaikan kesejahteraan rakyat sehingga
angka kemiskinan menurun dan tingkat pendidikan yang terus meningkat. Namun
kebijakan yang dilakukan masa Orba banyak merusak dan mencemari lingkungan
serta sumber daya alam. Walaupun pertumbuhan ekonomi terlihat meningkat pesat
namun pada kenyataannya pembangunan tidak terjadi secara merata. Semua
pembangunan semata-mata hanya ditangani oleh pihak-pihak tertentu yang secara
otoriter mengendalikan semua kebijakan Indonesia dan mementingkan kepentingan
golongan tertentu. Wilayah Indonesia yang menyumbang devisa terbesar terutama
diluar jawa justru masih banyak memiliki angka kemiskinan, sehingga akhirnya menjadi
penyebab utama terpuruknya kembali perekonomian Indonesia dan meruntuhkan rezim
Orde Baru.
Rakyat Indonesia seakan terlena
dan tidak mengetahui apa yang terjadi pada negara mereka di masa Orde Baru.
Masa ini sangat bertolak belakang dengan prinsip Bung Karno. Orde Baru sangatlah
tertutup dan tidak transparan. Semua sumber daya alam kita dibiarkan untuk
diekspoitasi oleh pihak asing, bahkan dengan menggadaikan atau menjual aset
kita. Hasil kekayaan perut bumi dan hutan Bangsa Indonesia telah diambil alih
oleh pihak asing dan menjadi sumber penghasilan negara untuk menutupi
keterpurukan. Wajar jika akhirnya Orde Baru berhasil mencipatakan masyarakat
yang cukup sejahtera. Bahkan segelintir kelompok orang sangat merasakan
pesatnya pendapatan mereka dengan praktik KKN yang semakin merajalela. Hingga
akhirnya keserakahan itulah yang meruntuhkan rezim Orde Baru yang bergelimang
KKN dan ditandai dengan terjun bebasnya rupiah ke angka 16.000 per dollar.
Bangsa kita seolah-olah telah dihina dan dipermainkan oleh pihak asing sampai
tidak memiliki harga diri sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani seperti
di era Bung Karno.
Romantisme perjalanan Bangsa
Indonesia tidak berhenti hanya sampai disitu. Iklim kebangsaan setelah Orde
Baru menunjukan suatu kondisi yang mendukung untuk mulai dilaksanakannya sistem
ekonomi Indonesia sesungguhnya yang diingkan rakyat Indonesia. Sejak
bergulirnya reformasi 1998 ditandai dengan krisis ekonomi dan tumbangnya
pemerintahan Orde Baru, di Indonesia mulai dikembangkan sistem ekonomi
kerakyatan, di mana rakyat memegang peranan sebagai pelaku utama namun kegiatan
ekonomi tetap lebih banyak berdasarkan pada mekanisme pasar. Pada masa ini
tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan
ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa
mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan. Presiden Habibie dan
Abdurrahman Wahid yang mewarisi tonggak pemerintahan Indonesia belum bisa
melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi dan menyelamatkan
negara dari keterpurukan. Warisan Orde baru mengenai korupsi, kolusi dan
nepotisme pun pada era reformasi ini semakin mengakar dan mendarah daging.
Presiden Gus Dur malah terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan
kredibilitasnya di mata masyarakat dan akhirnya digantikan oleh presiden
Megawati.
Pemecahan masalah ekonomi dan
penegakan hukum semakin mendesak untuk segera diselesaikan. Kebijakan penundaan
pembayaran utang luar negeri pun kembali dilakukan. Presiden Megawati akhirnya
membuat kebijakan kontroversial dan dicekam oleh masyarakat dengan melakukan
privatisasi perusahaan negara (BUMN), yaitu menjual perusahaan negara di dalam
periode krisis kepada pihak asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya
KPK (Komisi Pemebrantasan Korupsi), tetapi hingga sekarang belum ada gebrakan
kongkritnya dalam memberantas korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat
banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia dan
mengganggu jalannya pembangunan nasional. Masa kepemimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono juga melakukan kebijakan kontroversial, yaitu mengurangi
subsidi BBM atau dengan kata lain menaikan harga BBM. Kebijakan ini akibat
naiknya harga minyak dunia, dan anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi
sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung
pembangunan.
Tahun ini adalah kembali menjadi
pesta demokrasi bangsa kita tercinta. Sudah kurang lebih sekitar 15 tahun sejak
berdirinya era reformasi, tapi apakah Anda yakin Orde Baru benar-benar telah
berakhir? Parktik-praktik pemerintahan yang negatif sisa warisan era Orde Baru
memang masih sangat banyak terjadi di era reformasi ini, bahkan masih menjadi
karakter dan tabiat politik di negeri ini. Pemerintahan yang tidak punya
kebijakan dan hanya menuruti alur partai politik di DPR menandakan pemerintahan
kita yang sangat lemah dan tidak memiliki prinsip. Sungguh malu jika melihat
para leluhur yang berjuang mati-matian rela berkorban jiwa dan raga demi
kemerdekaan anak cucu mereka, yang tidak lain dan tidak bukan adalah kita
sekarang ini. Mereka rela hidup dengan serba kesulitan dan menabung semua aset
yang dimiliki demi kita. Namun, kini kita tidak bisa berbuat banyak serta tidak
bisa memelihara amanah serta harapan leluhur kita. Bangsa kita menjadi tidak jelas.
2014 ini mau dibawa kemana bangsa kita?
Sources:
www.ekoonomi.com
www.cadtm.org
www.indonesia-investments.com
www.indonesia.go.id
www.ekoonomi.com
www.cadtm.org
www.indonesia-investments.com
www.indonesia.go.id
Senin, 17 Maret 2014
Singgasana Kecil Perekonomian Benua Biru
Sejak dahulu kala benua biru memang sangat identik dengan negara maju serta perekonomian terbesar dan terkaya di muka bumi ini. Kekuatan perekonomian Uni Eropa terletak pada perdagangan yang menyumbang lebih dari sepertiga total perdagangan di dunia. Benua biru sangat identik dengan kemajuan teknologi industri dan jasa negara-negara di Eropa barat, Britania Raya, atau hingga di Rusia. Tahukah Anda tentang negara terkaya di Eropa? Mungkin negara seperti Jerman, Inggris, Prancis, Italia atau Rusia sangatlah familiar di telinga kita, namun negara terkaya di Eropa bukanlah negara tersebut di atas. Menurut data International Monetary Fund (2012), Luksemburg adalah negara pemilik pendapatan tertinggi di Eropa sebesar 77,598 $ per kapita atau nomor dua terbesar di dunia setelah Qatar yang memiliki pendapatan per kapita sebesar 100,889 $. Mengungguli negara tetangga Singapura yang berada di peringkat tiga dengan pendapatan per kapita mencapai 60,799 $.
Pada posting kali ini saya sangat tertarik dengan keberhasilan ekonomi Luksemburg yang telah membuatnya menjadi salah satu negara terkaya di dunia dan menjadi pemilik tahta tertinggi perekonomian Eropa. Luksemburg adalah sebuah negara yang sangat kecil dengan luas daratan 2,586 kilometer persegi dengan populasi sebanyak 524,853 jiwa (per Oktober 2012) dan tidak memiliki wilayah laut, karena letaknya yang sangat strategis dikelilingi negara Jerman, Prancis, dan Belgia. Seperti negara-negara di Eropa Barat lainnya, Luksemburg juga menganut sistem perekonomian kapitalisme yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk mengadakan kegiatan ekonomi dengan tujuan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan meminimalkan peran pemerintah setempat.
Tahta singgasana perekonomian di Luksemburg bertumpu pada industri jasa perbankan berteknologi tinggi, industri baja, karet, dan bahan kimia, serta didukung oleh sedikit lahan pertanian. Menurut data dari World Bank (September 2013), jasa perbankan di Luksemburg merupakan yang terbesar di dunia dengan nilai 91,388 $ mengungguli Macau dan Qatar. Sebagian besar bank di Luksemburg dimiliki oleh pihak asing dan memiliki hubungan luar negeri yang sangat luas sehingga menjadi lokasi pajak yang sangat menguntungkan. Keterbukaan terhadap perdagangan global dan investasi telah menjadi landasan ekonomi yang efisien dan dinamis. Sebuah tingkat tinggi stabilitas makro-ekonomi meminimalkan ketidakpastian, serta kerangka peraturan yang transparan mendukung operasi perusahaan swasta sehingga membuat Luksemburg menjadi tempat yang menarik untuk melakukan bisnis global. Dari hal di atas dapat ditemukan bahwa sebagian besar faktor-faktor produksi seperti tanah, modal, tenaga kerja, dan kewirausahaan mayoritas dimiliki dan sangat dikuasai oleh pihak asing atau swasta. Hal ini sangat membuktikan bahwa Luksemburg menganut sistem perekonomian kapitalisme/liberalisme.
Di satu sisi situasi seperti itu memang sangat menguntungkan dan menjadi harta karun bagi para investor asing untuk meraup laba sebanyak mungkin. Paham kapitalisme/liberalisme yang dianut negara ini menawarkan iklim yang kondusif bagi investasi asing. Desentralisasi atau pengambilan keputusan ekonomi memang hampir sepenuhnya berada di pihak swasta atau asing. Sistem perekonomian pasar yang mereka anut membuat Luksemburg sangat efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang. Kebebasan menjadikan tingkat kreativitas dan inovasi masyarakat mereka sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan pengawasan politik dan sosial sangat minimal, karena tenaga, waktu dan biaya sangatlah kecil sehingga menghasilkan pemerintahan yang stabil. Jumlah investor asing terbanyak di Luksemburg berasal dari Amerika Serikat. Perusahaan yang paling menonjol diantaranya menghasilkan karet (Goodyear), bahan kimia (DuPont), kaca (Guardian Industries), dan berbagai peralatan industri.
Perkembangan bisnis dalam kapitalis berfokus pada spesialisasi barang dan produksi massa sehingga banyak berkembangnya perusahaan berskala besar dan melahirkan berbagai perkembangan penelitian. Sistem perekonomian ini sangat unggul dalam efektifitas produksi, kreatifitas, dan penghimpun kepemilikan atau kekayaan. Sistem ini adalah sistem terbaik untuk menghimpun harta kekayaan dan melahirkan milyader-milyader baru, karena kebebasannya dalam kegiatan ekonomi untuk menghasilkan laba sebesar mungkin. Tidak heran jika Luksemburg yang didiami oleh banyak investor asing menjadi negara terkaya di zona eropa dan nomor dua di dunia.
Di dalam kehangatan sistem kapitalisme/liberalisme yang mereka anut, pemerintah Luksemburg telah bertindak secara efektif dan efisien. Pertama adalah bahwa negara Luksemburg sangat aman dan nyaman untuk disinggahi para investor tersebut, karena pemerintah telah berperan aktif dalam sistem kapitalisme/liberalisme yaitu melindungi negara dari kekerasan dan serangan negara lain. Pemerintah Luksemburg juga memiliki badan hukum yang bisa diandalkan dengan bukti bahwa keadilan yang ada disana sangat diperhatikan. Tidak heran jika kesenjangan sosial dan pengangguran hampir tidak terasa keberadaannya di negara tersebut.
Kebebasan pasti berdampak negatif, begitu pun Luksemburg yang merasakan kegagalan dari paham yang mereka anut. Seperti negara-negara Uni Eropa lainnya, Luksemburg juga merasakan krisis global yang melanda Eropa di akhir tahun 2008. Krisis ini adalah dampak dari sistem perekonomian pasar atau kapitalisme/liberalisme yang dianut oleh negara-negara Eropa itu sendiri. Kapitalisme yang menimbulkan krisis global menunjukan betapa rapuhnya sistem ekonomi ini. Krisis ini mengakibatkan kesenjangan sosial yang tinggi antara si kaya dan si miskin. Hal ini menimbulkan pengangguran sehingga meningkatnya angka kriminalitas. Seperti meningkatnya praktik monopoli untuk melemahkan semangat persaingan.
Kebebasan pasti berdampak negatif, begitu pun Luksemburg yang merasakan kegagalan dari paham yang mereka anut. Seperti negara-negara Uni Eropa lainnya, Luksemburg juga merasakan krisis global yang melanda Eropa di akhir tahun 2008. Krisis ini adalah dampak dari sistem perekonomian pasar atau kapitalisme/liberalisme yang dianut oleh negara-negara Eropa itu sendiri. Kapitalisme yang menimbulkan krisis global menunjukan betapa rapuhnya sistem ekonomi ini. Krisis ini mengakibatkan kesenjangan sosial yang tinggi antara si kaya dan si miskin. Hal ini menimbulkan pengangguran sehingga meningkatnya angka kriminalitas. Seperti meningkatnya praktik monopoli untuk melemahkan semangat persaingan.
Akar dari krisis yang melanda Eropa adalah penerapan dari sistem kapitalisme itu sendiri. Sistem ini telah memperbolehkan pelaku bisnis melakukan spekulasi yang ditunjukan oleh adanya transaksi derivatif sehingga sistem ini menyebabkan sektor non-riil jauh lebih berkembang daripada sektor riil. Kapitalisme juga telah dianggap gagal karena menimbulkan kesenjangan ekonomi yang sangat parah seperti yang telah disebutkan diatas. Kesenjangan ini ditunjukan oleh hasil penelitian lembaga The New Economics Foundation (NEF) Inggris. Penelitian ini menunjukan bahwa pada dekade 1980-an, dari setiap kenaikan pendapatan per kapita 100$ kaum miskin hanya menikmati 2,2$ atau 2,2%. Kegagalan sistem kapitalisme ini mengharuskan para ekonom untuk mencari alternatif lain atau mempertahankan sistem ini dengan melakukan perubahan agar keuntungan tidak hanya untuk kelompok atau golongan tertentu, tetapi juga untuk semua masyarakat.
Selama gejolak di pasar keuangan dunia dan permintaan global yang rendah di tahun 2008-2009 mendorong pemerintah Luksemburg untuk menyuntikan modal ke sektor perbankan dan menerapkan langkah-langkah stimulus untuk meningkatkan perekonomian. Hal ini menyebabkan defisit anggaran pemerintah sebesar 5% pada tahun 2009. Namun defisit tersebut di tahun 2011 berhasil dipotong hingga 1,1% dan menjadi 0,9% di tahun 2012. Ekonomi di Luksemburg sementara stabil dan tumbuh lambat karena diakibatkan pertumbuhan yang memang sedang lemah di Zona Eropa. Hingga kini di Luksemburg masih tetap memiliki standar taraf hidup yang sangat tinggi di dunia.
Menurut saya dengan luas wilayah yang sangat kecil, pemerintahan yang stabil, dan pendapatan ekonomi yang tinggi, serta didukung kedekatannya dengan Jerman, Prancis, dan Belgia wajar jika negara ini menghasilkan pertumbuhan yang solid, rendahnya inflasi, dan pengangguran yang rendah. Apakah Anda setuju? Semoga negara kita bisa mendapatkan pelajaran dari negara kecil ini, karena negara kita adalah bangsa yang lebih besar. Bangsa dengan rakyatnya yang banyak membuat negara kita menjadi bangsa yang besar. :’)
Sources : - International Monetary Fund
- World Bank
- New Economics Foundation
Langganan:
Postingan (Atom)