KASUS
PERSAINGAN HARGA
ANTARA PELAKU USAHA KONVENSIONAL DAN PELAKU USAHA BERBASIS ONLINE (START-UP)
FENOMENA BARU KEBANGKITAN SHARING ECONOMY
LATAR BELAKANG :
KEMAJUAN TEKNOLOGI
MELAHIRKAN :
DISRUPTIVE INNOVATION
MASALAH:
KETIDAKSIAPAN
RELEVANT MARKET
& REGULATOR
AUDIT PEMASARAN
Kegiatan pemeriksaan terhadap program atau strategi pemasaran dari suatu perusahaan secara komprehensif, sistematis, independen, dan berkala.
TUJUAN
Untuk melihat seberapa baik perusahaan menerapkan strategi pemasaran serta demi menciptakan value bagi konsumennya dalam tingkat laba dan kepuasan konsumen.
PEMASARAN
Pemasaran merupakan kunci keberhasilan perusahaan, karena pemasaran merupakan ujung tombak dalam menggali, memelihara dan mengembangkan sumber-sumber penghasilan perusahaan
Oleh karena itu,
tidak jarang beberapa perusahaan melakukan black marketing strategy, misalnya harga miring, guna meraih konsumen.
Lalu, apakah pelaku sharing economy termasuk salah satunya?
MENGENAL SHARING ECONOMY
Banyak perdebatan mengenai definisi sharing economy
Terutama dalam sudut pandang tujuan.
Apakah konsep sharing economy berorientasi menghasilkan perusahaan yang mencari profit atau non-profit?
AMBIGUITAS
kata sharing yang berarti berbagi dianggap cenderung melekat dengan istilah non-profit
dan
economy yang lekat dengan dunia usaha dianggap berorientasi pada profit (pro bisnis)
SHARING ECONOMY
Merupakan
konsep atau model bisnis yang memberikan akses terhadap sumber daya yang dimiliki perorangan atau perusahaan untuk dimanfaatkan/dikonsumsi bersama dengan orang lain.
*Mayoritas difasilitasi
oleh layanan berbasis online.
Ini bukan konsep baru.
Sebelumnya sudah ada layanan mesin cuci otomatis (self-service laundry) yang menerapkan business to consumer (B2C).
Ada juga leasing barang antar perusahaan yang menganut konsep business to business (B2B).
MANFAAT SHARING ECONOMY:
Menurunkan dampak lingkungan karena konsumsi yang berlebihan.
Menghemat biaya dengan cara menyewa atau mengkonsumsi barang bekas layak pakai.
Memberikan akses kepada orang yang membutuhkan suatu barang, namun belum mampu membeli barang tersebut.
Menurunkan dampak lingkungan karena konsumsi yang berlebihan.
Menghemat biaya dengan cara menyewa atau mengkonsumsi barang bekas layak pakai.
Memberikan akses kepada orang yang membutuhkan suatu barang, namun belum mampu membeli barang tersebut.
PRODUK SHARING ECONOMY
Start-Up, misal : gojek, bukalapak, netflix, dll
Komunitas, misal : nebengers, dll
Start-Up, misal : gojek, bukalapak, netflix, dll
Komunitas, misal : nebengers, dll
LATAR BELAKANG KEMUNCULAN SHARING ECONOMY
Sharing economy muncul karena didorong oleh permintaan dari konsumen.
Sharing economy difasilitasi oleh kemajuan teknologi yang berkembang sangat pesat.
Sharing economy muncul karena didorong oleh permintaan dari konsumen.
Sharing economy difasilitasi oleh kemajuan teknologi yang berkembang sangat pesat.
SHARING ECONOMY muncul akibat krisis/perlambatan pertumbuhan ekonomi,
dimana pemanfaatan barang secara kolektif dianggap lebih menguntungkan daripada membeli secara personal.
PERMASALAHAN
Beberapa waktu lalu terdapat aksi demo dari pihak pengemudi taksi konvensional yang menolak adanya taksi online, hingga berujung aksi radikalisme.
Taksi konvensional menilai layanan transportasi berbasis online melakukan persaingan harga tidak sehat untuk mendapatkan konsumen.
Kenapa permasalahan baru muncul sekarang? Padahal konsep belanja online yang sudah muncul terlebih dahulu di Indonesia tidak memiliki permasalahan seperti ini?
Beberapa waktu lalu terdapat aksi demo dari pihak pengemudi taksi konvensional yang menolak adanya taksi online, hingga berujung aksi radikalisme.
Taksi konvensional menilai layanan transportasi berbasis online melakukan persaingan harga tidak sehat untuk mendapatkan konsumen.
Kenapa permasalahan baru muncul sekarang? Padahal konsep belanja online yang sudah muncul terlebih dahulu di Indonesia tidak memiliki permasalahan seperti ini?
Ketidaksiapan pemerintah sebagai regulator dalam mengantisipasi dampak globalisasi dari kemajuan teknologi.
Tidak ada regulasi atau peraturan pasti memayungi para start-up, sementara pasar (konsumen) membutuhkan mereka sebagai terobosan baru.
Ketidaksiapan beberapa komunitas/kalangan untuk menerima kemajuan teknologi.
Ketidaksiapan relevant market menghadapi persaingan bebasis teknologi.
Bagaimana Start-up dapat menerapkan harga miring?
Pada konsepnya, start-up hanya mempertemukan antara konsumen dan penyedia jasa.
Mereka tidak memiliki biaya operasional yang besar untuk merawat aset-aset tetap, dan bahkan mereka tidak melakukan pembelian terhadap aset-aset tersebut, karena mereka hanya memfasilitasi konsumen dan pengguna jasa melalui layanan aplikasi.
Dukungan para angels atau ventura capital asing yang memberikan subsidi.
Dengan biaya-biaya minimal dan permintaan pasar yang sangat tinggi, tidak heran mereka dapat menerapkan harga miring.
Ditambah dukung venture capital asing yang mensubsidi mereka.
Start-up tidak dibebani pajak, karena mekanisme belum mengaturnya. Dapat dilihat dari kendaraan yang berplat hitam.
Pelayanan yang cepat, nyaman, dan mudah diakses membuat permintaan pasar tinggi.
Mengapa Venture Capital Asing banyak berinvestasi di Indonesia?
Perlambatan ekonomi negara maju.
Bunga yang masih tinggi di Indonesia.
Potensi pasar domestik Indonesia yang besar.
Negara demokrasi yang matang dan relatif aman.
Konon kabarnya, banyak venture capital asing di Indonesia, adalah venture capital yang sama
dengan venture capital yang membiayai start-up di Sillicon Valley, USA, seperti: Facebook, Twitter, Google, Yahoo, dll.
GANTI MODEL ATAU GANTI PERATURAN?
Start-up menciptakan disruptive innovation, yaitu menciptakan model bisnis yang sebelumnya tidak ada, menjadi subtitusi baru dari produk yang sudah ada, bahkan menciptakan pasar baru yang sebelumnya tidak ada.
Jika kepentingan konsumen sebagai prioritasnya, maka start-up harus didukung.
Tetapi, regulasi dibutuhkan agar standar pelayanan minimal dari keselamatan & keamanan tercapai.
Sebagai regulator, pemerintah harus memfasilitasi dengan payung hukum yang tepat, agar terjaminnya perlindungan hukum bagi semua pihak (win-win solution).
Pendekatan kebijakan:
Metode ex-ante, yaitu pemerintah melakukan intervensi pasar, misalnya menentukan siapa yang menjadi pemain utama dalam bisnis ini.
Pendekatan kebijakan:
Metode ex-ante, yaitu pemerintah melakukan intervensi pasar, misalnya menentukan siapa yang menjadi pemain utama dalam bisnis ini.
Metode ex-pose, yaitu menguji dengan hukum persaingan dan kebutuhan konsumen.
Di sisi lain, Perusahaan Konvensional harus mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan perkembangan bisnis.
Tidak menyalahkan pihak lain, lebih banyak berinovasi dan menerapkan strategi guna menghadapi serta beradaptasi akan kemajuan teknologi dan perkembangan bisnis.
Menjaga nama baik perusahaan (brand), karena itu adalah modal utama dalam dunia bisnis saat ini untuk meraih konsumen.
Pelaku Start-Up harus mendukung dan membantu pemerintah untuk membuat kebijakan terkait sharing economy, agar tidak ada kesalahpahaman berlanjut.
Boleh terus berinovasi, tetapi harus mampu menyesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya yang ada di Indonesia.
Diharapkan mampu menjadi motor perekonomian baru bagi Indonesia di era globalisasi dan berkontribusi nyata bagi masyarakat melalui ekonomi digital.
KESIMPULAN
Banyak faktor (internal & eksternal) yang mempengaruhi pencapaian penjualan dari marketing.
Model bisnis saat ini tidak money oriented dan tidak memprioritaskan margin laba tinggi.
Persaingan harga bukan faktor penentu, karena kualitas produk, service, dan brand (nama baik) memiliki pengaruh signifikan terhadap penjualan.
Banyak faktor (internal & eksternal) yang mempengaruhi pencapaian penjualan dari marketing.
Model bisnis saat ini tidak money oriented dan tidak memprioritaskan margin laba tinggi.
Persaingan harga bukan faktor penentu, karena kualitas produk, service, dan brand (nama baik) memiliki pengaruh signifikan terhadap penjualan.
Dunia saat ini terus mengalami perubahan dan penuh dengan ketidakpastian.
Mungkin yang pasti di dunia ini hanya kematian.
Jika dulu kita harus pergi ke Mall atau ke pasar untuk berbelanja, kini kita bisa berbelanja melalui Lazada, Zalora, Bukalapak, Tokopedia, dll.
Jika dulu kita harus menunggu angukatan umum yang lewat dan kosong, kini kita bisa menunggunya di rumah via aplikasi gojek, uber, grab, dll.
Jika dulu kita harus menunggu angukatan umum yang lewat dan kosong, kini kita bisa menunggunya di rumah via aplikasi gojek, uber, grab, dll.
Jika dulu kita hanya menonton via TV atau bioskop, kini banyak yang beralih pada aplikasi Netflix.
Jika dulu orang berpergian harus menginap di hotel, kini kita bisa menginap di rumah warga setempat melalui aplikasi Airbnb.
Masih banyak perubahan yang telah dan akan terjadi.
Kita harus mampu beradaptasi.
Masih banyak perubahan yang telah dan akan terjadi.
Kita harus mampu beradaptasi.
SARAN DAN HARAPAN
Di era persaingan yang semakin liberal ini, sudah seharusnya semua pihak terkait (pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat) mampu menekan egonya serta berkolaborasi demi kepentingan bersama.
Ekonomi digital memiliki potensi yang besar bagi perekonomian Indonesia di masa depan,
karena Bangsa kita sedang mengalami Bonus Demografi dengan banyak generasi muda yang melek teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar