Dalam tulisan kali ini, saya akan
menulis sedikit tentang fraud, akuntansi forensik dan audit investigatif,
khususnya di sektor publik.
Kenapa? Karena, di Indonesia fraud yang
terjadi mostly berada di sektor
publik, sebaliknya fraud di negara maju lebih banyak berada pada sektor
privat.
Mungkin saya tidak akan menulis
dengan detail dan mendalam hehehe.. sebenarnya saya ingin menulis yang
ringan-ringan, tapi semoga saja ini bermanfaat..
Sektor publik adalah bagian dari
sistem ekonomi yang dikontrol oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah daerah. Dalam teori trias
politica, konsep pemerintahan terbagi atas eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Semuanya dibiayai oleh APBN yang berasal dari uang rakyat. Coba
bayangkan jika ketiga fungsi ini menyalahgunakan wewenangnya..
Fraud
Fraud merupakan perbuatan dengan
sengaja menipu atau memberi kesan yang salah. Fraud biasanya dilakukan untuk
memperoleh keuntungan yang tidak legal atau melawan hukum.
Donald R. Cressey, seorang ahli
pidana, sosiolog, dan ahili kriminal, menyatakan ada tiga faktor yang mendorong
terjadinya fraud, yaitu pressure, opportunity, dan rationalization (Fraud
Triangle).
Pressure merupakan faktor utama
terjadinya fraud, yaitu berhubungan dengan motivasi seseorang untuk melakukan
fraud, biasanya faktor money oriented.
Opportunity salah satu faktor
penyebab fraud yang terjadi akibat lemahnya sistem dan kontrol sebuah
institusi. Akuntansi dapat memperbaiki atau mengendalikan faktor ini agar tidak
terjadi.
Rationalization merupakan
pembenaran seseorang bahwa tindakan yang dilakukannya itu bukanlah fraud. Misalnya, berbohong demi kebaikan atau jika sudah terbiasa berbohong dan tidak mendapatkan akibatnya, seseorang
cenderung akan berbohong terus-menerus tanpa disadari atau tidak.
Kemudian, teori Fraud Triangle
berkembang menjadi Fraud Diamond (Segi Empat) dan Fraud Pentagon (Segi Lima).
Fraud Diamond tidak berbeda jauh
dengan Fraud Triangle, hanya terdapat penambahan berupa faktor capabillity.
Capabillity atau kedudukan/jabatan cenderung menyebabkan seseorang melakukan
penyalahgunaan wewenang.
Sedangkan, Fraud Pentagon
menambahkan faktor arrogance atau keserakahan dalam diri seseorang, sehingga melakukan
fraud.
Lalu, jenis fraud apa saja yang
sering terjadi?
Menurut ACFE, Report to the
Nation 2016, secara frekuensi maka fraud yang sering terjadi, yaitu:
Asset Misappropriation, yaitu
menyalahgunakan aset sebuah institusi/lembaga. Biasanya seseorang menggunakan
atau memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi.
Corruption, wah.. saya males
menjelaskannya, sepertinya pembaca sudah banyak yang mengetahuinya kan? Apalagi
masalah korupsi berjamaah di negeri ini Hehehe..
Financial Statement Fraud,
merupakan manipulasi laporan keuangan agar terlihat lebih baik. Financial
Statement Fraud ini frekuensi terjadinya paling kecil, tetapi kerugiannya
paling besar. Karena, terdapat median loss, yaitu selisih antara harga saham naik
(sebelum fraud diketahui) dan harga saham turun (setelah fraud diketahui).
Nah, untuk mendeteksi fraud, maka dibutuhkanlah akuntansi forensik dan audit investigatif..
Akuntansi Forensik
Akuntansi forensik merupakan penerapan
disiplin akuntansi (termasuk audit) dalam arti luas, pada masalah hukum untuk
penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fraud merupakan salah satu perbuatan yang melawan hukum.
Akuntansi forensik merupakan
akuntansi yang paling tepat/akurat dan kedudukannya paling kuat di hadapan
hukum.
Pemeriksaan Investigatif
Pemeriksaan investigatif
merupakan salah satu pemeriksaan untuk memberikan rekomendasi dan mengungkap terjadinya fraud. Pemeriksaan
investigatif ini membutuhkan keahlian khusus dan pengalaman pemeriksaan, karena
menyangkut nasib seseorang atau orang banyak. Seharusnya, resiko audit dari
pemeriksaan investigatif ini harus 0.
Secara teknis dasar, overview
proses pemeriksaan investigatif dimulai dengan mengidentifikasi redflags sebuah
kasus berdasarkan 5W+2H. Jika memadai, maka dilanjutkan dengan penyusunan
hipotesa, lalu membuat audit program untuk membuktikan kebenaran hipotesa,
misalnya wawancara. Inspeksi, observasi, dll.
Kuncinya: follow the money..
ikuti aliran uang itu berasal dan kemana.
80% korupsi di Indonesia itu
berasal dari procurement atau pengadaan barang. Misalnya, mark up harga atau
mengadakan pembelanjaan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Anggaran di rancang oleh eksekutif
dan di ketuk palu oleh legislatif. Maka, tidak heran jika mengikuti aliran dana
berasal, banyak eksekutif dan legislatif yang pada akhirnya terlibat.
Maka lahirlah yang
disebut korupsi berjamaah yang berawal dari kolusi.
Walaupun sekarang sudah era
e-procurement, tetapi fraud itu hal salah yang telah direncanakan dari
awal. Jadi, pasti saja terdapat celah yang dapat dilakukan. Terlebih jika dilakukan secara berjamaah.
Ini bukan ilmu tentang suudzon,
tapi memang seperti itu lah keadaannya.. hehehe..
Sebelum melanjutkan pembahasan..
untuk membicarakan fraud, akuntansi forensik, dan audit investigatif maka tidak
cukup dibahas dalam tulisan seperti ini.. dan sepertinya saya pun mulai lelah
dan mengantuk menulisnya.. hehehe
Fraud di Indonesia
Membicarakan fraud di Indonesia
tidak dapat terlepas dari korupsi, karena korupsi bagian dari fraud. Membahas korupsi di negeri ini mungkin akan
menghabiskan banyak waktu. Korupsi di negeri ini telah menjadi sesuatu yang
mengakar karena dilakukan secara berjamaah.
Fenomena korupsi ini seperti
fenomena gunung es, yang terlihat tidak sebanyak yang tidak terlihat. Karena,
fraud itu bersifat tersembunyi.
Sehingga, salah satu cara yang
paling efektif untuk mengungkap fraud adalah whistleblowing system (pengaduan).
Sebenarnya, jika ditelaah secara
mendalam maka akan terdapat ribuan sebab dan ribuan akibat dari korupsi.
Misalnya secara sederhana,
korupsi terjadi akibat adanya niat oleh pelaku bersamaan dengan kesempatan yang
ada. Kesempatan tersebut muncul karena lemahnya sistem dan lemahnya
pengendalian. Kenapa sistem dan pengendalian lemah? Karena sumber daya
manusianya yang tidak berkompeten. Lalu, dari mana asal sumber daya yang tidak
berkompeten itu? Tentu saja dari pelajar dan mahasiswa yang tidak bersekolah
atau kuliah dengan serius dan benar. Terbiasa menyontek, membolos atau titip
absen, belajar sistem kebut semalam, dll. Hal-hal tersebut akan menghasilkan
sumber daya yang tidak berkompeten ketika telah lulus.
Jadi, secara langsung atau pun
tidak langsung, kita telah berkontribusi terhadap korupsi yang mengakar di
negeri ini.
Jika itu semua terjadi
terus-menerus dan tidak ada perubahan, maka sia-sia lah janji reformasi 1998..
Nah, bukan saya merasa paling
suci, tetapi sebagai sesama generasi muda, mari kita melakukan perubahan yang
diawali dari diri masing-masing. Caranya semudah itu, cukup melakukan hal yang
benar, mulai dari diri sendiri.. mulai dari hal kecil.. dan mulai dari
sekarang.. Sederhana, namun sulit dilakukan?
Referensi:
ACFE, Report to the Nation 2016
Theodorus M. Tuanakotta, Akuntansi Forensik & Audit Investigatif
Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar