Hari ini, 4 November 2016 terjadi unjuk rasa secara masiv.
Unjuk rasa sebenarnya sesuatu yang wajar dan bagian dari proses demokrasi, asalkan tidak anarkis dan merusak.
Namun..
entah mengapa unjuk rasa kali ini begitu istimewa, karena tema yang diusut adalah SARA, dan bertepatan dengan momen kampanye pilkada DKI Jakarta.
Hati kecilku berkata, malas rasanya berkomentar atau membahas isu-isu SARA, mungkin pembaca pun merasakan hal yang sama.
Karena, ini sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai Bangsa Indonesia yang sejak dahulu kala menonjolkan "Bhineka Tunggal Ika".
Tetapi, jika dipandangi secara mendalam, ada sesuatu yang jauh lebih menarik dari itu semua.
Ya, dunia internasional sesungguhnya telah menanti hal seperti ini. Hari ini mungkin akan menjadi salah satu headline dunia internasional. Hal dimana umat muslim Indonesia turun langsung membela agama mereka (menurut konteks mereka).
Kenapa?
Isu SARA bukanlah hal baru dalam peradaban umat manusia.
Sepanjang sejarah peradaban umat manusia, agama Abrahamik (Islam, Kristen, dan Yahudi) tidak pernah benar-benar damai.
Dari zaman para nabi, hingga zaman penuh teknologi seperti ini, selalu saja terjadi pertikaian diantara kita.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan demokrasi termatang dan memiliki jumlah umat muslim terbanyak di dunia, tentu harus menentukan sikap dan posisi.
Selama ini Indonesia hanya adem ayem saja.
Di saat timur tengah dipenuhi peperangan, Indonesia tetap berempati dan mungkin menberikan bantuan kepada saudara-saudara kita di sana.
Tapi, jika hanya memberikan bantuan, lalu apa bedanya Indonesia dengan negara-negara lain?
Negara-negara lain yang non-islam pun memberikan bantuan.
Padahal, Indonesia memiliki jumlah umat islam terbanyak di dunia.
Padahal, selama ini, dunia internasional menantikan umat islam di Indonesia untuk membela agama mereka.
Kenapa?
Sudah lama di timur tengah sana mereka tidak dapat hidup dengan tenang.
Sampai kasus yang terbaru Arab Spring.
Mungkin hampir semua negara islam di timur tengah telah terusik kedamaiannya.
Dan kita bersyukur, bahwa Indonesia menjadi salah satu negara Islam teraman di dunia.
Isu SARA bukan hanya terjadi di negara-negara islam timur tengah.
Lihatlah, bagaimana serangan terorisme banyak melanda negara-negara di Eropa beberapa tahun terakhir.
Banyak sebagian kalangan berpendapat ini semua dimulai sejak serangan ke menara WTC pada 11 September (The September 11 Attacks)
Sesungguhnya, isu SARA inilah yang menjadi problem besar sejak dahulu kala.
Jika seperti ini terus, maka jauhlah mimpi kita semua dari kata DAMAI.
Tidak bisakah agama-agama Abrahamik berdamai secara utuh?
Kita semua sama, MANUSIA.
We're all human, aren't we???
Kembali ke Jakarta..
Aneh rasanya, ketika masalah kecil dari ucapan yang "dianggap" menistakan agama, umat Islam dapat turun ke jalan begitu banyaknya.
Namun, ketika saudara-saudara kita di timur tengah merenggang nyawa, ketika al-qur'an dibakar, ketika ada gambar karikatur Nabi Muhammad SAW, kalian dimana?
Saya sedang tidak ingin membicarakan ada pengggerak atau motif politik di dalamnya.
Ternyata, unjuk rasa yang berjalan damai hingga petang ternoda oleh ulah beberapa oknum di malam hari, sehingga memicu beberapa bentrokan.
Namun, ada beberapa hal yang menjadi catatan pribadi saya.
Pertama, petugas keamanan telah bertindak baik dengan tidak menggunakan senjata api. Berbeda dengan beberapa bentrokan yang terjadi di Indonesia sebelumnya, dimana petugas keamanan yang seharusnya menjaga situasi kondisi justru bertindak diluar kontrol dan menembak para demonstran, misalnya yang terjadi pada bentrokan G-30S/PKI atau saat reformasi tahun 1998.
Kedua, kini perekonomian Indonesia bisa dikatakan stabil. Kenapa? Biasanya kondisi perekonomian suatu negara mudah terpengaruh oleh situasi politik yang terjadi. Meskipun unjuk rasa ini berakhir dengan bentrok, tetapi kondisi perekonomian Indonesia tetap stabil dan baik-baik saja. Ini salah satu pencapaian positif, dibandingkan tahun 1998 dimana kericuhan dapat menyebabkan krisis moneter secara bersamaan. Mudah-mudahan kondisi perekonomian Indonesia kian kebal terhadap faktor-faktor eksternal yang tidak baik.
Ternyata, unjuk rasa yang berjalan damai hingga petang ternoda oleh ulah beberapa oknum di malam hari, sehingga memicu beberapa bentrokan.
Namun, ada beberapa hal yang menjadi catatan pribadi saya.
Pertama, petugas keamanan telah bertindak baik dengan tidak menggunakan senjata api. Berbeda dengan beberapa bentrokan yang terjadi di Indonesia sebelumnya, dimana petugas keamanan yang seharusnya menjaga situasi kondisi justru bertindak diluar kontrol dan menembak para demonstran, misalnya yang terjadi pada bentrokan G-30S/PKI atau saat reformasi tahun 1998.
Kedua, kini perekonomian Indonesia bisa dikatakan stabil. Kenapa? Biasanya kondisi perekonomian suatu negara mudah terpengaruh oleh situasi politik yang terjadi. Meskipun unjuk rasa ini berakhir dengan bentrok, tetapi kondisi perekonomian Indonesia tetap stabil dan baik-baik saja. Ini salah satu pencapaian positif, dibandingkan tahun 1998 dimana kericuhan dapat menyebabkan krisis moneter secara bersamaan. Mudah-mudahan kondisi perekonomian Indonesia kian kebal terhadap faktor-faktor eksternal yang tidak baik.
Selain itu, unjuk rasa kali ini kembali mengingatkan saya pribadi akan kekuatan rakyat Indonesia.
Indonesia merdeka bukan karena alusista atau tentara yang kuat, tapi karena kekuatan rakyat Indonesia yang mampu mengusir penjajah.
Hal ini penting dan tidak boleh dilupakan oleh generasi penerus Bangsa. Generasi penerus harus mewarisi semangat 45 untuk membela tanah air, meski saat ini hidup dengan penuh kedamaian.
Indonesia tidak boleh lengah.
Indonesia memiliki sistem pertahanan terbaik di dunia bukan karena kecanggihan alusista perang atau prajuritnya.
Tapi, sistem pertahanan terbaik Indonesia adalah pertahanan rakyat.
Mudah-mudahan kedamaian, keberagaman, dan demokrasi di Indonesia dapat menjadi inspirasi negara-negara lain di dunia.
Semoga dunia selalu dipenuhi kedamaian.
Salam Damai Dari Indonesia.
Peace starts from here.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar