Rabu, 26 Maret 2014

Romantisme Perekonomian Indonesia

Saat ini Bangsa Indonesia memiliki potensi perekonomian yang sangat besar dan belum diperhitungkan dalam dunia perekonomian internasional. Posisi seperti ini bisa menjadikan Indonesia sebagai kuda hitam dalam dunia ekonomi internasional. Indikasi tersebut telah muncul dengan bukti negara kita mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Kini bangsa kita memiliki pasar yang menjanjikan dengan ekonomi yang beragam, sistem keuangan cukup canggih dan populasi yang tumbuh cepat. Hal ini mengingatkan dan memberikan harapan kepada masyarakat Indonesia tentang romantisme masa lalu bangsa kita sebagai macan asia.
Optimisme tersebut harus dimiliki bangsa kita mengingat masa lalu telah membuktikan bahwa bangsa kita mampu untuk menjadi macan asia dan diperhitungkan di dunia internasional. Pengakuan internasional tentang ekonomi Indonesia telah diungkapkan dengan upgrade terbaru dalam peringkat kredit negara yang dilakukan perusahaan jasa keuangan internasional seperti Standard & Poor dan Fitch Ratings and Moody’s. Mereka menyatakan pertumbuhan ekonomi yang ulet, utang pemerintah yang rendah dan pengelolaan fiskal yang berhati-hati telah telah menjadi kunci dalam menarik arus masuk keuangan ke Indonesia. Adapun hal-hal lain yang menjelaskan peningkatan investasi asing dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu :
• Sumber daya alam yang melimpah dan beragam
• Jumlah penduduk yang besar dan berkembang
• Stabilitas politik ( relatif )
• Pengelolaan fiskal yang hati-hati sejak akhir 1990-an
• Lokasi strategis dalam kaitannya dengan ekonomi raksasa China dan India
• Biaya tenaga kerja rendah

Ekonomi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai sistem yang digunakan untuk mengelola sumber daya di suatu negara. Perekonomian suatu negara sering digunakan untuk mengukur seberapa kaya atau miskin negara dan rakyatnya. Ini berarti bahwa sebagian besar perekonomian itu sangat rumit dan memiliki dampak besar pada kehidupan orang-orang biasa. Ketika perekonomian berjalan dengan baik, itu berarti bahwa kebanyakan orang memiliki pekerjaan, mampu untuk hidup dan bahwa pemerintah membuat cukup uang dari pajak untuk melakukan tugasnya dengan benar. Ketika perekonomian buruk, itu berarti bahwa orang-orang akan kehilangan pekerjaan.

Dalam tulisan kali ini saya akan menuangkan tentang romantisme perekonomian Indonesia dari masa ke masa. Bangsa kita pernah menerapkan berbagai macam sistem perekonomian mulai dari liberal, demokrasi ekonomi, dan sekarang menganut sistem campuran. Saat ini pemerintah Indonesia memadukan dua sistem ekonomi sekaligus, yaitu sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi terpimpin, namun tidak terlepas dari nilai-nilai landasan Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Sistem yang kita anut ini bertujuan bahwa pemerintah dan pihak swasta memiliki pernanan yang sama dan seimbang, sehingga tidak terjadi sistem ekonomi komando yang hanya dikuasai beberapa pihak saja, serta menghindari adanya sistem perekonomian pasar bebas yang sebebas-bebasnya.

Indonesia awalnya menganut sistem ekonomi liberal, dimana semua kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi seperti pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Pada masa pasca kemerdekaan, perekonomian Indonesia memang sangat buruk dengan ditandai oleh inflasi yang tinggi akibat dari beredarnya lebih dari satu mata uang yang tidak terkendali. Saat itu pemerintah RI untuk sementara waktu  menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah Indonesia, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Hal ini yang mempengaruhi kenaikan tingkat harga tidak terkendali. Akhirnya pemerintah RI pada bulan Oktober 1946 mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia).

Masalah ekonomi pada masa Orde Lama tidak berhenti sampai disitu. Bangsa kita kesulitan untuk melakukan perdagangan luar negeri karena Belanda melakukan blokade. Eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia pada masa penjajahan juga sangat dirasakan dampaknya, sehingga akhirnya kas negara kita menjadi kosong. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah pada masa itu, antara lain Program Pinjaman Nasional, upaya menembus blokade Belanda, Konferensi Ekonomi Februari 1946, pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi), serta Kasino Plan mengenai swasembada pangan.

Bung Karno memang sangat memegang teguh prinsipnya bahwa Bangsa Indonesia memang baru saja terlahir. Jika saat ini kita belum bisa memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki, biarlah kekayaan tersebut tersimpan utuh di bumi Indonesia tercinta. Bung Karno tidak pernah sedikit pun berniat untuk menjual atau menggadaikan aset sumber daya alam yang ada di Indonesia. Bahkan untung penebangan hutan secara liar pun sangat jarang terjadi. Bung Karno terus menjaga harkat martabat serta harga diri Indonesia dengan menabung sumber daya alam yang kita miliki untuk anak dan cucu Bangsa Indonesia nanti, kelak ketika kita sudah bisa mengolahnya sendiri. Jadi, pada masa kepemimpinan Bung Karno, bangsa kita memang bisa dibilang hidup miskin demi melindungi anak cucu Bangsa Indonesia di kemudian hari.

Indonesia pada akhirnya harus merasakan masa yang cukup kelam setelah mendapatkan kemerdekaan. Orde lama menyisakan pekerjaan rumah yang sangat berat bagi pemerintah kita. Pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada penyelamatan ekonomi nasional terutama untuk mengendalikan tingkat inflasi yang menunjukan angka kurang lebih 650% pada awal tahun 1966. Pemerintah pun fokus pada penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Ditengah gentingnya suasana politik Indonesia pada masa itu ketika peristiwa pemberontakan yang dilakukan PKI dan akan dimulainya rezim Soeharto, pemerintah tetap berfokus pada penyelamatan ekonomi nasional. Pemerintah kita melakukan stabilisasi dan rehabilitasi dalam pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat parah dengan hutang luar negeri mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara untuk menunda pembayaran utang luar negeri Indonesia. Kemudian Indonesia akan menggunakan devisa ekspornya untuk pembayaran utang dan mengimpor bahan-bahan baku. Selama 10 tahun sejak Orde Lama berakhir tersebut perekonomian Indonesia memang mengalami kelumpuhan. Sambil merangkak pada Orde Baru, Bangsa kita melakukan pembangunan dengan tujuan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pedoman pembangunan nasional kita pada waktu itu adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan, yang intinya adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Pelaksanaan pembangunan nasional dilakukan dalam dua tahap, yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun, sedangkan jangka pendek mencakup periode 5 tahun (pelita/pembangunan lima tahun) yang merupakan penjabaran dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu berkaitan. Hal ini cukup berhasil karena lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi.

Bangsa kita akhirnya bisa mencapai swasembada beras dengan memenuhi kebutuhan beras untuk rakyatnya sendiri. Hal ini akhirnya menciptakan perbaikan kesejahteraan rakyat sehingga angka kemiskinan menurun dan tingkat pendidikan yang terus meningkat. Namun kebijakan yang dilakukan masa Orba banyak merusak dan mencemari lingkungan serta sumber daya alam. Walaupun pertumbuhan ekonomi terlihat meningkat pesat namun pada kenyataannya pembangunan tidak terjadi secara merata. Semua pembangunan semata-mata hanya ditangani oleh pihak-pihak tertentu yang secara otoriter mengendalikan semua kebijakan Indonesia dan mementingkan kepentingan golongan tertentu. Wilayah Indonesia yang menyumbang devisa terbesar terutama diluar jawa justru masih banyak memiliki angka kemiskinan, sehingga akhirnya menjadi penyebab utama terpuruknya kembali perekonomian Indonesia dan meruntuhkan rezim Orde Baru.

Rakyat Indonesia seakan terlena dan tidak mengetahui apa yang terjadi pada negara mereka di masa Orde Baru. Masa ini sangat bertolak belakang dengan prinsip Bung Karno. Orde Baru sangatlah tertutup dan tidak transparan. Semua sumber daya alam kita dibiarkan untuk diekspoitasi oleh pihak asing, bahkan dengan menggadaikan atau menjual aset kita. Hasil kekayaan perut bumi dan hutan Bangsa Indonesia telah diambil alih oleh pihak asing dan menjadi sumber penghasilan negara untuk menutupi keterpurukan. Wajar jika akhirnya Orde Baru berhasil mencipatakan masyarakat yang cukup sejahtera. Bahkan segelintir kelompok orang sangat merasakan pesatnya pendapatan mereka dengan praktik KKN yang semakin merajalela. Hingga akhirnya keserakahan itulah yang meruntuhkan rezim Orde Baru yang bergelimang KKN dan ditandai dengan terjun bebasnya rupiah ke angka 16.000 per dollar. Bangsa kita seolah-olah telah dihina dan dipermainkan oleh pihak asing sampai tidak memiliki harga diri sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani seperti di era Bung Karno.

Romantisme perjalanan Bangsa Indonesia tidak berhenti hanya sampai disitu. Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukan suatu kondisi yang mendukung untuk mulai dilaksanakannya sistem ekonomi Indonesia sesungguhnya yang diingkan rakyat Indonesia. Sejak bergulirnya reformasi 1998 ditandai dengan krisis ekonomi dan tumbangnya pemerintahan Orde Baru, di Indonesia mulai dikembangkan sistem ekonomi kerakyatan, di mana rakyat memegang peranan sebagai pelaku utama namun kegiatan ekonomi tetap lebih banyak berdasarkan pada mekanisme pasar. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan. Presiden Habibie dan Abdurrahman Wahid yang mewarisi tonggak pemerintahan Indonesia belum bisa melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi dan menyelamatkan negara dari keterpurukan. Warisan Orde baru mengenai korupsi, kolusi dan nepotisme pun pada era reformasi ini semakin mengakar dan mendarah daging. Presiden Gus Dur malah terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat dan akhirnya digantikan oleh presiden Megawati.

Pemecahan masalah ekonomi dan penegakan hukum semakin mendesak untuk segera diselesaikan. Kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri pun kembali dilakukan. Presiden Megawati akhirnya membuat kebijakan kontroversial dan dicekam oleh masyarakat dengan melakukan privatisasi perusahaan negara (BUMN), yaitu menjual perusahaan negara di dalam periode krisis kepada pihak asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemebrantasan Korupsi), tetapi hingga sekarang belum ada gebrakan kongkritnya dalam memberantas korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia dan mengganggu jalannya pembangunan nasional. Masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melakukan kebijakan kontroversial, yaitu mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikan harga BBM. Kebijakan ini akibat naiknya harga minyak dunia, dan anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung pembangunan.

Tahun ini adalah kembali menjadi pesta demokrasi bangsa kita tercinta. Sudah kurang lebih sekitar 15 tahun sejak berdirinya era reformasi, tapi apakah Anda yakin Orde Baru benar-benar telah berakhir? Parktik-praktik pemerintahan yang negatif sisa warisan era Orde Baru memang masih sangat banyak terjadi di era reformasi ini, bahkan masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Pemerintahan yang tidak punya kebijakan dan hanya menuruti alur partai politik di DPR menandakan pemerintahan kita yang sangat lemah dan tidak memiliki prinsip. Sungguh malu jika melihat para leluhur yang berjuang mati-matian rela berkorban jiwa dan raga demi kemerdekaan anak cucu mereka, yang tidak lain dan tidak bukan adalah kita sekarang ini. Mereka rela hidup dengan serba kesulitan dan menabung semua aset yang dimiliki demi kita. Namun, kini kita tidak bisa berbuat banyak serta tidak bisa memelihara amanah serta harapan leluhur kita. Bangsa kita menjadi tidak jelas. 2014 ini mau dibawa kemana bangsa kita?

Sources:
www.ekoonomi.com
www.cadtm.org
www.indonesia-investments.com
www.indonesia.go.id

Tidak ada komentar: